Popular Posts
-
Ada dua tipe kembar, identik dan fraternal . Kembar identik, juga disebut kembar monozigot (satu zigot), disebabkan oleh satu sp...
-
Assalaamu'alaikum, kawan ku semua! ^__^ Kali ini, kami akan membahas tentang surat al-Furqan, ayat 45-53 tentang kekuasaan ALLAH. nyok...
-
A rti : Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan2 pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan2 itulah yan...
-
Arti: Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke arah barat, tetapi kebajikan ialah (kebajikan) orang yang beriman...
-
Suatu hari, rara membuka sms dari seorang sahabat. Inti isi sms itu, katanya nggak boleh minum air dingin apalagi es saat haid. Jika itu ...
-
Istilah medis untuk cegukan adalah singultus . Cegukan disebabkan oleh iritasi atau ganguan pada saraf phrenic . Ini adalah saraf yang...
-
Bagai gempa bumi yang menggegarkan Tentera bergajah Abrahah Ingin memusnahkan Kota Mekah Kerana dengki dan benci terhadap rumah Alla...
-
MAKALAH PENGENALAN CYBERLAW DAN RUANG LINGKUPNYA Oleh: Kelompok 9 1. Matius Nugroho A. (1110962023) 2. Dhan...
-
Namaku Rara. Tahun 2010 adalah tahun dimana aku memakai baju putih-abu-abu. Tahun ini adalah halaman baru untukku di masa SMA. Cerita t...
-
Assalaamu'alaikum, semua!!!!! kali ini Rara akan mem-posting pelajaran agama yang telah Rara pelajari. Cekidot langsung aja ya! Fakt...
Diberdayakan oleh Blogger.
About Me
Labels
- aplikasi (1)
- Ayat al-Qur’an / hadist inspirator hidup (2)
- Ayat-ayat al-Qur’an dan Aplikasi di dalam kehidupan (3)
- Berita sekitar Indonesia (2)
- Berita seputar Galaksi (1)
- Cerpen by Rara (1)
- Fakta-fakta dalam al-Qur'an (3)
- Info SumBar (2)
- Kamu Perlu Tahu (10)
- Lirik Lagu Raihan (11)
- Pariaman info (1)
- Sastra (1)
- Sistem Informasi UNAND (1)
- Sistem Inormasi UNAND (1)
- Teknologi (3)
- ZURMO (1)
MAKALAH
PENGENALAN CYBERLAW DAN RUANG LINGKUPNYA
Oleh:
Kelompok 9
1.
Matius
Nugroho A. (1110962023)
2.
Dhani
Adiatma Rimen (1110963009)
3.
Yeri
Hidayat (1210962019)
4.
Dian
Wira Winanta (1210962010)
5.
Doni
Aidi Yandra (1210963008)
6.
Agalalan
Agustin (1210963013)
7.
Rani
Dian Neliani (1311521039)
8.
Alvi
Dwi Wahyuni (1311521048)
9.
Subnanda
Enriko (1311522009)
Dosen:
Meza Silvana
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jaringan
internet sudah tak asing lagi di tengah kehidupan masyarakat bahkan sudah
menjadi kebutuhan yang setiap hari dimanfaatkan dalam berbagai hal oleh
berbagai profesi, dari anak-anak hingga dewasa. Fungsi internet yang tak
diragukan lagi dalam membantu meringankan aktifitas masyarakat juga menyandang
sisi negatif karena internet menyediakan semua informasi dan tak ada batasan
apapun.
Karena
itu, jaringan internet dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk yang ingin
melakukan perbuatan kejahatan, seperti penipuan dan pencurian data pun semakin
mudah. Dalam dunia internet hal itu kita kenal dengan nama cyber crime. Contohnya:
hacking, cracking, carding, spoofing, pishing, spionase, dan sebagainya.
Kejahatan dalam dunia maya ini tak hanya merugikan satu-dua oranga tapi banyak orang
bahkan satu intansi / perusahaan yang datanya kacau bahkan rusak oleh tindakan
yang tak bertanggung jawab ini.
Kejahatan
yang tak terlihat ini oleh mata telanjang tapi hasil yang ditimbulkan sangat
merugikan orang-orang dalam hitungan detik, harus diatasi dengan serius. Karena
itu negara dan hubungan internasional telah mengantisipasi dengan membuat
undang-undang khusus untuk mengatur kegiatan cyber (dunia maya) dan
tindakan hukum pada orang-orang yang melakukan kejahatan dengan memanfaatkan
internet (cyber crime). Penegak hukum dalam dunia cyber ini kita
sebut dengan cyberlaw.
B.
Tujuan
Makalah
ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Etika Profesi
pada semester ganjil tahun 2014. Selain itu sebagai pengenalan tentang cyberlaw
dan fungsinya di tengah masyarakat.
C.
Batasan
Masalah
Makalah ini
akan diberi batasan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah dari cyberlaw?
2.
Bagaimana pengertian daricyberlaw?
3.
Bagaimana ruang lingkup dari cyberlaw?
4.
Bagaimana UU yang mengatur cybercrime?
D.
Kesimpulan
Cyberlaw
merupakan penegak hukum dalam dunia cyber yang melakukan tindak kejahatan dengan
menggunakan teknologi komputer dan jaringan internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Cyberlaw
·
Indonesia
UU ITE mulai dirancang pada bulan Maret
2003 oleh kementerian negara Komunikasi dan Informasi (kominfo) yang pada
mulanya RUU ITE diberi nama Undang-Undang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik
oleh Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan,
serta bekerja sama dengan tim dari universitas yang ada di Indonesia yaitu
Universitas Padjajaran (UNPAD), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan
Universitas Indonesia (UI).
Pada tanggal 5 September
2005 secara resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada
DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil
(Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum
dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan
DPR RI. Dalam rangka pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan
Informsi membentuk Tim Antar Departemen (TAD). Melalui Keputusan Menteri
Komunikasi dan Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24
Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No. 10/KEP/M.Kominfo/01/2007
tanggal 23 Januari 2007. Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen
(TAD) sebagai pengarah (Gubernur Bank Indonesia), narasumber (Deputi
Gubernur yang membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai
anggota bersama-sama dengan instansi/departemen terkait. Tugas tim antar departemen
antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan
pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon
surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005. Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus)
RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 Fraksi di DPR RI. Dalam rangka
menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang disampaikan
pemerintah tersebut, pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain perbankan, Lembaga
Sandi Negara, operator telekomunikasi, aparat penegak hukum dan kalangan
akademisi.Akhirnya pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan
Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang
berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI.
Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6
Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr. Sofyan A
Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata
(Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE. Tanggal 29 Juni
2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan Pembentukan
Dunia Kerja (panja). Sedangkan pembahasan RUU ITE tahap Tim Perumus (timus)
dan Tim Sinkronisasi (timsin) yang berlangsung sejak tanggal 13 Februari
2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
Pada tanggal 18 Maret 2008 merupakan naskah akhir UU ITE dibawa ke tingkat II
sebagai pengambilan keputusan. Tanggal 25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU
ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menandatangani naskah UUITE menjadi Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dimuat
dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara.
Cyberlaw atau Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi di dalamnya. Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup
serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan
peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia
maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah
mulai diterapkan dengan baik di Indonesia. Sebagai salah satu bukti nyata
adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Ada hal-hal pokok yang bisa dipegang dalam undang-undang
ini. Dalam undang-undang ini pada Pasal 1 yang dimaksud dengan:
1.
Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
2.
Transaksi
elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.
Teknologi
informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.
Dokumen
elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer
atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
5.
Sistem
elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
6.
Penyelenggaraan
sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara
negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat.
7.
Jaringan
sistem elektronik adalah terhubungnya dua sistem elektronik atau lebih, yang
bersifat tertutup ataupun terbuka.
8.
Agen
elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara
otomatis yang diselenggarakan oleh orang.
9.
Sertifikat
slektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan
elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
10.
Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
11.
Lembaga
Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional
yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit
dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.
12.
Tanda
Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik
yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya
yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.
Penanda
tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik.
14.
Komputer
adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.
Akses
adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri
sendiri atau dalam jaringan.
16.
Kode
akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di
antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik
lainnya.
17.
Kontrak
elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
18.
Pengirim
adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
19.
Penerima
adalah subjek hukum yang menerima informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
dari pengirim.
20.
Nama
domain adalah alamat internet penyelenggara negara, orang, badan usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
lokasi tertentu dalam internet.
21.
Orang
adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan
persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
22.
Pemerintah
adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang-perorangan atau
subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber (dunia maya). Cuberlaw sendiri
merupakan istilah yang berasala dari cyberspase law.
Andi Hamzah
(1989) dalam tulisannya, Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer,
mengartikan kejahatan komputer sebagai
“Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer ilegal”.
Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya
meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada
saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace
Law. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information
Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum
Mayantara. Secara akademis, terminologi ”cyberlaw” belum menjadi
terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The
law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information
Technology Law, The Law of Information, dan lain-lain. Dari di sinilah
Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk
menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu dengan banyaknya kasus cyber
crime.
Perkembangan cyberlaw di Indonesia sendiri
belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum mertanya penggunaan
internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang telah
menggunakan untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena
itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.
Landasan fundemental di dalam aspek yuridis
yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat
komponen utama yang men-cover persoalan yang ada di dalam dunia maya
tersebut, yaitu:
·
Yuridiksi
hukum dan aspek-aspek terkait. Komponen ini menganalisa dan menentukan
keberlakuan hukum yang berlaku diterapkan di dalam dunia maya itu.
·
Landasan
penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang
berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability,
tanggung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet
(internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan
melalui jaringan internet.
·
Aspek
hak milik intelektual di mana ada aspek yang paten, merek dagang rahasia yang
diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
·
Aspek
kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing
yuridiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia
maya sebagai bagian dari sistem atau mekanusme jasa yang mereka lakukan.
·
Aspek
hukum yang menjamin keamanan dari sertiap penggunaan dari internet.
·
Ketentuan
hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan di dalam internet sebagai bagian
dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinsip-prinsip
keuangan atau akuntasi.
·
Aspek
hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan
atau bisinis usaha.
Berdasarkan
faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk
menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan
mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun
perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi
serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yuang mempergunakan jaringan interet
terus meningkat sejak paruh tahun 1990-an.
Ruang Lingkup Cyberlaw
Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyberlaw - The
Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyberlaw:
1.
Hak
Cipta (Copyright)
2.
Hak
Merk (Trademark)
3.
Pencemaran
nama baik (Defamation)
4.
Fitnah,
pencemaran nama baik (Hate Speech)
5.
Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access, dll)
6.
Regulation
Internet Resource
7.
Privacy
8.
Duty
Care
9.
Criminal
Liability
10.
Procedural
Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)
11.
Electronic
Contract
12.
Pornography
13.
Robbery
14.
Consumer
Protection
15.
E-Commerce,
e- Government
Ruang lingkup
yang cukup luas ini membuat cyberlaw bersifat kompleks, khususnya dengan
berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi
kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan
kemajuan ini pun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya
kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang
dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah
masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United
Nation Convention Againts Transnational Organized Crime (Palermo
Convention) November 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN tanggal 20 Desember
1997 di Manila. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime
diantaranya adalah :
1. Cyber-terrorism: National Police Agency of Japan
(NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai penyerangan elektronik pada
jaringan komputer yang menyerang efek krisis dalam aktifitas sosial dan ekonomi di sebuah negara.
2. Cyber-pornography: penyebaran obscene materials, termasuk pornografi, indecent exposure,
dan child pornography.
3. Cyber Harrasment: pelecehan seksual melalui email,
website atau chat programs.
4. Cyber-stalking: crimes of stalking melalui
penggunaan komputer dan internet.
5. Hacking: penggunaan programming abilities
dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6. Carding (credit card fund): carding
muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit
tersebut secara melawan hukum.
Dari
kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan sosial masyarakat
yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga
era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi. Meski berdasarkan
prinsip-prinsip yuridiksi yang dianut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
cyber crime dapat diatasi, namun dalam bebrapa hal masih terdapat kekurangan
salah satu contohnya adalah mengenai pembuktian tindak pidana dunia maya (cyber
crime).
Topik-topik Cyberlaw
Secara garis besar ada 5 topik dari cyberlaw
di setiap negara yaitu:
·
Information
security, menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan
keabsahan tanda tangan elektronik;
·
Online
transaction, meliputi
penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet;
·
Right
in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna
maupun penyedia content;
·
Regulation
information content, sejauh mana
perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet; dan
·
Regulation
online contact, tata karma
dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan,
retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Asas-asas Cyberlaw
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang
berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
·
Subjective
territoriality, yang
menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan
dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain;
·
Objective
territoriality, yang
menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan
itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang
bersangkutan;
·
Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan
hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku;
·
Passive
nationality, yang
menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban;
·
Protective
principle, yang
menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi
kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang
umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
Asas ini selayaknya memperoleh perhatian
khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga
sebagai Universal Interest Jurisdiction. Pada mulanya asas ini
menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku
pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan
terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan,
genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas
jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy,
seperti komputer, cracking, carding, hacking dan virus, namun perlu
dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan
sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan
suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang
dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai
suatu tempat yang hanya dibatasi oleh layar and password. Secara radikal, ruang
cyber telah mengubah hubungan antara legally significant phenomena dan
physical location.
Tujuan Cyberlaw
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan
upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan
menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan
dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan
kejahatan terorisme.
Teori-teori Cyberlaw
Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat
dikemukakan beberapa teori sebagai berikut:
·
The
Theory of the Uploader and the Downloader. Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam
wilayahnya, kegiatan upload-download yang diperkirakan dapat
bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang
setiap orang untuk meng-upload kegiatan perjudian atau kegiatan
perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya
untuk men-download kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah
satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini;
·
The
Theory of Law of the Server. Pendekatan
ini memperlakukan server di mana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana
mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang
berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California.
Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi
asing; dan
·
The
Theory of International Spaces.
Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah
tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni
sovereignless quality.
Undang-Undang Yang Mengatur Cybercrime
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet,
Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum
yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan,
termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang
dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non-materi.
a.
Kitab
Undang Undang Hukum Pidana
1.
Pasal
362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu
kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya
saja yang dengan menggunakansoftware card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2.
Pasal
406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau
dapat digunakan sebagaimana mestinya
3.
Pasal
282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet.
b.
Undang-Undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
c.
Undang-Undang
No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
d.
Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997
tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas
mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan
mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang
dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya CD-ROM, dan Write-Once-Read-Many
(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti
yang sah.
e.
Undang-Undang
No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang
penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan
melalui internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan
memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak
pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
f.
Undang-Undang
No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai
alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain
berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Cyberlaw Di Indonesia
Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun
perkembangan internet di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat
serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet
terus meningkat sejak paruh tahun 1990-an. Salah satu indikator untuk melihat
bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan
banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di
Indonesia.
Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa
provider di Indonesia sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat
penting dalam memajukan perkembangan Cyberlaw di Indonesia dimana fungsi-fungsi
yang mereka lakukan seperti:
• Perjanjian aplikasi rekening pelanggan
internet;
• Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
• Perjanjian reseller penempatan data-data di
internet server;
• Penawaran-penawaran penjualan produk-produk
komersial melalui internet;
• Pemberian informasi yang di-update setiap
hari oleh home page komersial;
• Pemberian pendapat atau polling online
melalui internet.
Fungsi-fungsi di atas merupakan faktor dan
tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan
aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya di dalam
perkembangan selanjutnya, setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat
terjamin. Maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai
sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai
perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga
diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis
diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti
yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
- Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
- Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
- Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
- Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
- Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Rincian singkat
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) setiap BAB:
·
BAB I: memuat ketentuan umum, pasal 1-2;
·
BAB II: asas dan tujuan, pasal 3-4;
·
BAB III: informasi, dokumen, dan tanda tangan
elektronik, pasal 5-12;
·
BAB IV: penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan
system elektronik, pasal 13-16;
·
BAB V: transaksi elektronik, pasal 17-22;
·
BAB VI: nama domain, hak kekayaan intelektual dan
perlindungan hak pribadi, pasal 23-26;
·
BAB VII: perbuatan yang dilarang, pasal 27-37;
·
BAB VIII: penyelesaian sengketa, pasal 38-39;
·
BAB XI: peran pemerintah dan peran masyarakat, pasal
40-41;
·
BAB X: penyidikkan, pasal 42-44;
·
BAB XI: ketentuan pidana, pasal 45-52;
·
BAB XII: ketentuan peralihan, pasal 53;
·
BAB XIII: ketentuan penutup, pasal 56;
Cyberlaw di Amerika
Di Amerika, Cyberlaw yang mengatur transaksi elektronik
dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA diadopsi oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun
1999. Secara lengkap Cyberlaw di Amerika adalah sebagai berikut:
-
Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
-
Uniform
Electronic Transaction Act
-
Uniform
Computer Information Transaction Act
-
Government
Paperwork Elimination Act
-
Electronic
Communication Privacy Act
-
Privacy
Protection Act
-
Fair
Credit Reporting Act
-
Right
to Financial Privacy Act
-
Computer
Fraud and Abuse Act
-
Anti-cyber
squatting consumer protection Act
-
Child
online protection Act
-
Children’s
online privacy protection Act
-
Economic
espionage Act
-
“No
Electronic Theft” Act
Cyberlaw yang mengatur transaksi elektronik dikenal
dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu
dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47
negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya
ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke
jalur hukum Negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen
kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan
kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
-
Pasal
5 : mengatur
penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
-
Pasal
7 : memberikan
pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak
elektronik.
-
Pasal
8 : mengatur
informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
-
Pasal
9 : membahas
atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
-
Pasal
10 : menentukan
kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
-
Pasal
11 : memungkinkan
notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara
elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
-
Pasal
12 : menyatakan
bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
-
Pasal
13 : Dalam
penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya
karena dalam bentuk elektronik.
-
Pasal
14 : mengatur
mengenai transaksi otomatis.
-
Pasal
15 : mendefinisikan
waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
-
Pasal
16 : mengatur
mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Cyberlaw di Korea Selatan
Cyberlaw di Korea Selatan, antara lain:
·
South
Korea:
v Act on the protection of personal
information managed by public agencies
v Communications privacy act
v Electronic commerce basic law
v Electronic communications business
law
v Law on computer network expansion
and use promotion
v Law on trade administration
automation
v Law on use and protection of credit
card
v Telecommunication security
protection act
v National security law
BAB III
STUDI
KASUS
·
Pengertian Cyberlaw
Dari beberapa pengertian pada BAB II,
secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyberlaw adalah penegak
hukum/undang-undang yang mengatur setiap tindakan yang dilakukan oleh
orang-orang dalam dunia cyber (maya), yang boleh dilakukan maupun hal yang
tidak diperbolehkan, dan memberi sanksi bagi yang melakukan
pelanggaran/tindakan kejahatan yang dilakukan di dunia cyber sesuai dengan undang-undang
yang telah ditetapkan.
·
Studi Kasus Cyberlaw
Media reports of cyber attacks tend to focus on
high-profile federal agencies and corporations, but hackers also prey on state
governments, as the breach of South Carolina’s Department of Revenue database
last fall demonstrated.
Stolen were nearly 3.6 million Social Security numbers
and nearly 400,000 credit/debit card numbers, affecting more than
three-quarters of South Carolina’s 4.6 million residents. So far, the attack
has cost the state $20 million for credit monitoring, security upgrades and
consultants.
South Carolina’s experience is a grim reminder of why
robust cyber security has become so critical. Yet only 24 percent of state
chief information officers said they were “very confident” their networks were
adequately protected against external cyber threats in a 2012 survey by the
National Association of State Chief Information Officers and Deloitte
professional services.
This year, lawmakers in at least 17 states, including
South Carolina, have introduced legislation to beef up computer security. The
South Carolina measure would overhaul the state’s existing system with a new
division of information security within the Division of Information Security to
set and oversee state standards. The bill would authorize free credit checks
for residents for 10 years to help thwart identity theft and create a permanent
nine-member committee to continually evaluate state cyber security laws.
Bills in Hawaii, Kentucky, Michigan, Minnesota and South
Carolina call for mandatory reviews of state cyber security systems and
vulnerabilities. Measures in Hawaii, Michigan and South Carolina would create
councils or other authorities to review existing cyber security measures, and
newly enacted legislation in Texas, sponsored by Senator Leticia Van de Putte
(D), creates a “cyber security coordinator” position with statewide authority.
Proposals in other states address how to best report and
handle security breaches. A new Maryland law improves security procedures and
practices and protects against unauthorized use of personal information.
Legislation that would let public agencies decide whether to disclose records
of cyber attacks or threats was introduced in Arizona and recently passed in
Kansas.
Training is another area lawmakers are considering. South
Carolina’s system was breached when a state employee, unaware of the potential
risk, clicked on an embedded link in an email, allowing malware to invade his
computer and obtain his username and password.
Armed with this key information, the hacker went on to steal data throughout
the entire database. Legislation in at least five states, including Alabama,
Florida, South Carolina, Texas and Vermont, would support training for
employees on how to spot and avoid suspicious cyber activity.
The need for
better cyber security will only grow as mobile applications and cloud computing
expand states’ electronic banks of private data. Security will be expensive and
will demand an unprecedented level of cooperation and information sharing among
state, federal, and private security experts. But as South Carolina learned, it
can be expensive not to have enough security.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
·
Cyberlaw adalah penegak hukum/undang-undang yang mengatur
setiap tindakan yang dilakukan oleh orang-orang dalam dunia cyber (maya), yang
boleh dilakukan maupun hal yang tidak diperbolehkan, dan memberi sanksi bagi
yang melakukan pelanggaran/tindakan kejahatan yang dilakukan di dunia cyber
sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan.
·
Cyberlaw melakukan tugasnya sesuai dengan ruang lingkup,
topik, asas dan undang-undang yang telah ditetapkan baik secara internasional
maupun nasional (dalam negeri)
·
Pada negara luar, seperti Amerika, Korea Selatan, Jepang,
Singapura dan yang lain sebagainya dimana bagian kepolisian telah memiliki
badan hukum yang menangani khusus tentang cybercrime. Dan di Indonesia masih
hanya undang-undang yang mengatur penggunaan teknologi dan jaringan.
Saran
Masyarakat sebagai subjek hukum yang akan
menjalankan setiap aturan positif dan sadar hukum yang ada agar tidak terjadi
kerusuhan dari masyarakat dan hanya menuntut pada pemerintah dan aparat. Masyarakat juga memakai internet dan
menikmati fasilitas dunia maya agar tidak menjadi korban kejahatan di dunia
cyber.
BAB V
PUSTAKA
Buku: Undang-Undang ITE nomor 11 tahun 2008,
redaksi jogja bangkit publisher, anggota IKAPI, percetakan galangpress,
distibutor PT Niaga Swadaya, cetakan pertama,
http://arisancyber.blogspot.com/2013/05/sejarah-cyber-law-di-indonesia.html (diakses pada tanggal 22 Oktober 2014)
Josua Sitompul, SH, IMM, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana